Aku adalah Amira, seorang cewek berusia 15 tahun yang merasakan betapa jahatnya dunia ini. Sejak lahir, aku hanyalah gadis cacat yang tidak bisa berjalan dengan ke dua kakiku yang mungil ini. Aku hanyalah seorang gadis cacat yang hanya bisa duduk di atas kursi roda yang selalu membutuhkan pertolongan orang lain tuk membawaku kesana-kemari. Sejak lahir hingga kini ku hanya bisa meratapi nasib. Ingin rasanya berlari-lari kesana-kemari dengan bebas, ingin rasanya melapaskan diriku dari kursi roda ini. Tapi, ku tak boleh menyerah. Aku kan setegar karang untuk menjalani hidupku hari ini dan seterusnya.
“ Ami, ami……kamu udak siap belum, nduk?”
Terdengar suara mamaku di balik pintu menantiku untuk membuka pintu kamarku.
“ Iya, ma…tunggu sebentar ya, sebentar lagi Ami keluar”
“ Iya, mama tunggu di meja makan ya?”
Aku tak menyahut perkataan mama. Ku memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam ransel kecilku. Lalu ku jalankan roda kursi kurda dengan tangan kecilku.
“Ayo, ma…Berangkat sekarang aja ya??”
“Iya, ini kan hari pertamamu masuk sekolah. Nggak boleh terlambat.”
Memang, ini adalah hari pertamaku masuk sekolah. Aku dan keluargaku baru saja pindah dari Surabaya ke Bandung , karena mengikuti pekerjaan orang tuaku. Aku tak sabar menanti pertemuan pertama dengan teman-teman baruku. Sesampainya di sekolah……
“Waaah, sekolahnya gede bener. Kayak yang tak liat di tipi-tipi”, ujarku pada mamaku.
“Iya, nduk…Beda sama yang di Surabaya ya?”
“Iya, ma…”
Aku memasuki lorong-lorong sekolah baruku bersama mamaku yang setia menuntunku dengan mendorongkan kursi roda yang melekat denganku. Aku masuk kelas XA, yaitu kelas unggulan di sekolah ini. Aku sendiri tak tahu menahu mengapa aku dimasukkan ke kelas ini, mungkin memang karena prestasi akademik ku di sekolah yang lama cukup membanggakan. Aku memperkenalkan diri di depan kelas, terkadang diriku juga malu bila harus berkenalan dengan orang baru, apalagi kalau bukan karena aku tak bisa berjalan dengan normal seperti teman-teman lainnya.
“Hi…teman-teman, namaku Amira. Aku pindahan dari SMA Bulan Sabit di Surabaya. Sekarang, aku tinggal di Perum Mentari no.23. Senang bisa berkenalan dengan kalian semua.” ☺
“Ami, kamu duduk di depan saja ya, biar tidak perlu jauh-jauh”, kata Bu Guru padaku.
Dan aku hanya menurut saja.
“Hi, namaku Amira”, ujarku pada teman sebangkuku.
“Hi, gw Bayu”, jawabnya.
Hari pertamaku masuk sekolah tak begitu menyenangkan. Bahkan sangat buruk. Aku tidak akrab dengan satu orang teman pun di kelas. Aku sangat menyesali diriku yang tak dapat berbuat apapun ini. Selama di sekolah, aku hanya berbicara pada Bayu, itupun aku yang mengajaknya bicara. Sungguh malang nasibku ini.
Baca selengkapnya...
Beberapa hari kemudian...
Ketika aku masuk sekolah pagi-pagi seperti biasanya. Bayu, teman sebangkuku belum datang. Hanya ada segerombolan cewek yang asyik ngrumpi di pojokan kelas, sampai sekarang pun aku belum mengenal meraka satu-satu.
“Ami, lo mau kan tukeran duduk sama gw?”, orang itu berkata dengan tiba-tiba.
“Emang kenapa, aku sih oke-oke aja. Oh ya, namamu siapa?”, tanyaku berusaha mengajaknya berkenalan.
“Nama gw Dewi. Oke de, kamu duduk di sana ya”, ujarnya padaku sambil menunjuk salah satu tempat duduk.
“Oh iya.”, dan aku pun hanya menurut.
Saat masuk pun tiba. Bayu tidak masuk, aku pun tidak tahu mengapa dia tak juga datang sampai bel berbunyi. Kini aku mempunyai satu teman baru lagi, Dinda namanya. Dia teman sebangkuku sekarang. Dia adalah anak yang pandai, baik, ramah dan enak di ajak berteman hingga ku pun tak malu-malu lagi ngobrol dengannya. Sudah 6 hari lamanya Bayu tak masuk sekolah. Tiba-tiba Dewi menyapaku lagi.
“Mi, lo tau nggak sih Bayu kemana, masa udah 6 hari nggak masuk-masuk juga. Sia-sia dong gw tukeran tempat duduk sama lo”, ujarnya dengan ketus.
“Hmmm, aku juga nggak tau”,jawabku singkat.
“Eh, rumahmu di Perum Mentari kan , anterin gw ke rumah Bayu dong. Gw penasaran kok dia udah nggak masuk lama banget?”
“Hah, kok minta anterin aku, aku kan nggak tau rumahnya Bayu dimana?”, tanyaku dengan bingung.
Setelah lama berkasak-kusuk dengan Dewi, aku baru mengetahui bahwa ternyata rumah Bayu tak jauh dari rumahku. Dewi yang tergila-gila dengan Bayu pun langsung memintaku mematai-matai Bayu. Padahal, pliiiz deeee……nggak banget deh mengintai Bayu setiap waktu,kayak nggak ada kerjaan aja. Aku bener-bener nggak menikmati hari-hari awalku setelah pindah ke Bandung . Aku sama sekali tak menemukan kebahagiaan seperti yang ku dambakan dahulu, mendapatkan seorang pangeran yang selalu menemaniku, mendengarkan tiap keluh kesahku. Namun semua itu seolah hanya mimpi. Mengapa ini harus terjadi padaku? Apa karena kekurangan fisikku sejak lahir,,huhuhuhu….ini semua tidak adil.
“Mir, lo jadinya mau kan mata-matain Bayu?”, Dewi bertanya membuyarkan lamunanku.
“Heeeh, nggak ah…aku juga nggak seberapa kenal”
“Yahhh, kenalan dong”
“Ya, kapan-kapan de..”, jawabku singkat.
Malam hari yang hening, hanya desiran angin malam yang kencang dan suara jengkerik yang menyahut-nyahut seolah mengetahui kegundahan hatiku. Aku sendiri tak tahu mengapa, patutkah aku mengharapkan kedatangan seorang pangeran dalam hidupku? Pantaskah aku menjadi seorang putrid yang di idam-idamkan oleh sang pangeran seperti cerita dongeng? Entah mengapa, pada saat ini hatiku seolah tak bisa di cegah, aku ingin sekali ada seorang lelaki yang selalu menemaniku, yang selalu ada di sampingku, yang mencintaiku apa adanya. Aku harus mendapatkan pangeranku, aku harus mengakhiri kesendirianku.
“Halo, Rani…ini Ami”, Ami lalu menelepon teman sebangkunya.
“Ow,Ami…ada apa ya?”
“Hm…aku mau cerita nih, nggak apa-apa kan ?”
“Iya, nggak apa-apa.”
Rani adalah salah satu teman baik Amira di kelas. Walaupun belum lama kenal, Amira tahu bahwa Rani adalah teman yang baik dan dapat dipercaya. Amira pun tanpa sungkan-sungkan menceritakan semua curahan hatinya pada Rani. Dan Rani adalah pendengar dan pemberi solusi yang baik.
Pagi pun datang…
Seperti biasa Rani dan Amira duduk bersama…
“Lo yang sabar aja ya, Mir…lo nggak usah nyari pangeran lo kemana-kemana, dia pasti yang akan datang ndiri menghampiri lo”, Rani berkata padaku.
“Tapi, gimana ya? Aku sendiri nggak ngerti kenapa aku tiba-tiba punya pikiran kayak gini.”
“Hahahah, wajar kaliii…lo kan cewek, pasti lo juga berharap punya cowok”.
Aku hanya tersenyum.
Seperti biasanya juga, Dewi yang seolah tak mau lepas dari Bayu mendekati Bayu tanpa henti. Aku pun tak tahu, kenapa Dewi sampe segitunya, haruskah aku seperti Dewi untuk mendapatkan pangeran impianku? Tidak…aku tidak akan mencari seorang pangeran, akulah yang harus didatangi oleh pangeran itu, aku akan mengikuti perkataan Rani.
Hari demi hari pun berlalu…
Aku disini sendiri, bersandarkan pada kursi roda yang selalu setia mengantarkanku kemanapun aku pergi. Tak tahu mengapa, aku mulai lelah. Lelah menanti kedatangan pangeran pujaan hatiku, walaupun aku sendiri tak tahu siapa lelaki itu. Melihat sikap Dewi yang seolah pantang menyerah, akupun akan berdiri sekokoh karang untuk menanti, walaupun penantianku mungkin tiada berakhir.
“Ran, kayaknya aku udah mulai capek. Apa gadis kayak aku emang nggak pantes dapetin seorang pangeran yang aku pengenin?”
“Ami…lo ngomong apa sih?”
“Yaahhh, mungkin aja. Mungkin aja seorang pangaeran hanya untuk seorang putrid yang cantik. Bukan orang sepertiku, cacat.”
“Lho…lo kok jadi ngomong kayak gitu, gue nggak suka omongan lo. Lo bukan Amira yang gue kenal. Lo nggak pernah nyerah, Mir…inget itu”.
“Iya…thanks ya”.
Dewi dan Bayu tampak semakin lengket, aku pun menyadari bahwa uasaha Dewi selama ini nggak sia-sia. Tapi, mengapa mereka bisa sedeket itu? Jangan-jangan mereka ada apa-apa? Jangan-jangan mereka udah jadian. Aaarrrrgghhh, mengapa aku jadi begini. Mengapa aku mulai memikirkan Bayu? Pentingkah aku mmikirkan Bayu? Nggak boleh sebel lagiii!!!
“Halo, Ran…aku mau cerita.”
“Iya, Mir…apa?”
“Begini…”
……………………………………………………………………………..
“Haaahhh, serius?”
“Iya, emang kenapa?”
“Lo udah jatuh cinta ma Bayu tuh”
“Ah, nggak mungkin lah.”
“Lo nggak pernah jatuh cinta ya? Gitu rasanya jatuh cinta, sebel…seneng…semuanya campur jadi satu.”
“Ah, ada-ada aja kamu.”
Beberapa hari kemudian…
“Huhhuuuhuuuu…dia emang jahat, nyesel gue udah deket sama dia selama ini”, Dewi sesenggukkan di antara tangisnya.
“Dewi, kamu kenapa?”, aku mulai bertanya padanya.
“Ahh, udalah…gue nggak apa-apa kok.”
“Kamu beneran nggak apa-apa? Cerita aja, kamu sedih kenapa?”
“Bayu nolak gue, Mir…tega banget dia. Gue bener-bener nggak ngira.”
“Haahh, kamu nggak usah sedih, mungkin Bayu emang bukan buat kamu. Pasti ada orang lain yang gantiin dia nanti.”
“Nggak bisa, gue udah cinta mati sama dia.”
“Kamu tenang dulu, kamu harus percaya kalau Bayu emang bukan buat kamu.”
“Huhuhuhuh, ya udah de…thanks ya.”
Malam ini ku sendiri. Tak ada yang menemani. Seperti malam-malam yang sudah-sudah. Tuhan kirimkanlah aku…
Kekasih yang baik hati, yang mencintai aku apa adanya…
“Uh, sebel aku denger lagu itu”, Amira menggerutu di kamarnya.
---tuliiiiit…tuliiiiiit…tuliiiiit…---
Suara handphone Amira mengagetkannya.
From : +624444444444
Gw tunggu lo di Taman Mentari sekarang.
--ur SECRET ADMIRER--
“Secret Admirer itu apaan ya? Namanya secret, cewek atau cowok ya? Taman Mentari, itu kan taman di depan rumahku, emang disana ada siapa?”
Amira pun bergegas ke taman di depan rumahnya. Sesampainya disana, dia tak menemui seorang pun ada disana, kecuali Bayu. Amira pun menggerakkan kursi rodanya ke arah Bayu.
“Bayu…”, sapa Amira.
“Iya, ini gue.”
“Bayu, kamu ngapain disini, kamu kenal nggak sama orang yang namanya Secret Admirer?”
“Haahh, maksudmu apa?”
“Ya itu, kamu kenal nggak?”
“Itu aku, Amira…Masa kamu nggak ngerti sih? Secret Admirer kan pengagum rahasia.”
“Ouw, iya tah? Haaahhhh, berarti…”
“Iya, Mira…kamu tahu maksud aku kan ? Aku udah lama perhatiin kamu, mungkin kamu emang nggak sadar. Tapi aku memang selalu perhatiin kamu selama ini.”
“Oooo, trus…”
“Ya, aku cuma pengen kamu tahu aja. Bahwa di dunia ini ada orang yang menyayangi kamu apa adanya, akulah pangeranmu, Mira…”
“Pangeran…?”
“Iya, aku udah tahu semuanya dari Rani.”
“Rani..??”
“Kamu nggak usah bingung, Amira…”
“Yang kamu omongin tadi beneran?”
“Iyalah, aku nggak mungkin bohong.”
“Haaaaaaaaaaahhhhhh, aku seneng banget.”
(hanya tersenyum)
Aku pun menjalani hari-hariku dengan bahagia, riang gembira. Tak ada kesedihan lagi dalam hidupku. Karena sekarang, aku telah memiliki pangeran dalam hidupku, yang selalu menemaniku dalam suka maupun duka. ☻☻☻☺☺☺
Home | Lagu Gratis | Persebaya | Tips dan Trik | Cerpen
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar apapun tentang blog meupun artikel saya but no spam, no porn....oke my fren =)