Cara Download

Klik judul lagu yang anda inginkan dan klik read more di setiap bagian bawah atau samping gambar, silahkan ambil lirik lagunya gratis hanya untuk Anda. Jika ingin melihat daftar lagu, lihat kolom arsip blog.

Selasa, 18 Mei 2010

180 Derajat


             Jauh di sana, di sebuah tempat yang mungkin tak pernah terjamah oleh siapapun, hidup seorang tua yang hanya merasakan pahit manis sendiri. Tak pernah ia berpikir sedikit pun tentang apapun yang ada di luar sana. Sampai pada suatu ketika saat kejadian ini datang. Dia yang telah membuat semua pikiran sang Tua berbalik 180 derajat.
            Ketika itu matahari hampir terbenam, awan mulai berganti abu-abu, dan suasana gubuk sang Tua terasa pengap karena kegelisahan yang awalnya tidak sang Tua tahu apa maksudnya. Kegelisahan yang dari dua hari yang lalu datang padanya kini berubah menjadi suatu kelegaan yang juga sekaligus suatu keterkejutan baginya. Ia lega karena akhirnya ia tahu apa maksud dari kegelisahan yang dibeikan Tuhan padanya kemarin tapi ia juga tekejut karena hal ini terjadi.
             Sebelumya, ia selalu berpikir bahwa dunia luar pasti tidak lebih indah daripada dunianya kini. Meski dahulu ia sempat pergi namun itu pun hanya saat ia kecil dan belum mengerti apa-apa dan hanya dibekali bahasa dari dunia luar itu. Hanya bahasa ini yang ia tahu. Bahasa manusia luar sana dengan kosakata sedikit dan tidak bertambah karena ia hanya hidup sendirian di tempatnya itu.
              Di sana, saat ia sendirian , ia hanya berbicara pada belalang-belalang depan rumahnya dan beberapa katak yang lewat tiap hari hujan. Ia masih terlalu takut untuk mengajak bicara sang harimau. Namun ia sudah terbiasa dengan bahasa ular yang ia gunakan setiap mendapat buruan kambing untuk makan dan berbagi dengan para phyton.
              Ia tak pernah berpikir untuk mengajak bicara pemburu-pemburu yang datang untuk menangkap sang harimau. Dari suara-suara menggelegar tembakan para pemburu, ia tahu bahwa dunia luar tidak lebih indah dari dunianya sendiri. Ia berpikir bahwa perbuatan para pemburu itu sudah cukup memberitahu ia bahwa dunia luar tidak lebih indah dari dunianya sendiri. Baginya, sudah cukup ia melihat sang harimau yang selalu menerkam kambing-kambing kurus daripada sesuatu yang lebih. Karena itu, ia tak mau lagi memikirkan dunia luar itu lagi. Ia hanya ingin hidup tenang di dunianya.
                Tapi, sesuatu terjadi padanya. Sore menjelang malam itu, hal ini terjadi. Tak pernah ia sangka, gubuk tempat ia tinggal besama para tikus, halaman rumah yang penuh dengan pepohonan dengan para belalang dan ularnya, serta persembunyian sang harimau habis hilang dimakan benda besar itu. Ia tak tahu apa benda itu. Benda itu begitu besar hingga dapat menghilangkan seisi dunia sang Tua. Gubuk dari rerumputan ia tinggal, hutan tempat para teman bicaranya tinggal, tempat ia hisup selama puluha tahun, tempat ia mencurahkan seisi pikiran dan perbuatannya, kini hilang begitu saja ditelan benda itu. Bumi benar-benar rata dengan tanah tanpa sisa pepohonan yang dulu ada.
                 Ketika itu ia bingung harus bagaimana. Ia lari ke sana ke mari mencari tempat perlindungan namun ketika mendapatkannya, tempat itu hilang lagi, hilang oleh benda  besar itu. Ia capai. Baginya sudah cukup ia berlari. Mungkin ini sudah waktunya ia hilang sama seperti hilangnya belalang yang ia ajak bicara malam lusa lalu oleh sang katak yang mengaku susah mencari makanan enak. Baginya, hilang itu suatu yang biasa terjadi sehari-hari meski ia tahu ia belum pernah merasakannya.
                  Lalu, ia berhenti dari larinya. Ia terdiam dan tidak dapat berpikir apa-apa. Tak terbesit sama sekali di pikirannya untuk berlari lagi. Ia berbaring seperti seorang yang kehilangan semua kekuatannya. Ia menutup matanya. Ia lalu merasa bahwa inilah kegelisahannya yang muncul kemarin. Ia terlihat seperti manusia yang pasrah dan berpikir bahwa ia tak bisa berbuat apapun. Namun seketika itu juga ia mendengar puluhan suara, belasan suara, beberapa suara hingga ia hanya mendengar seorang bersuara. Sang Tua merasa ia digoyang-goyangkan oleh si suara tersebut. Ia tahu bahwa si suara itu mengira bahwa yang digoyang-goyangkan itu manusia yang sudah mati. Lalu sang Tua membuka matanya. Tiba-tiba suara  yang tadinya hanya satu, bertambah jadi beberapa suara, berlanjut ke belasan, dan akhirnya puluhan suara terdengar. Sang Tua  tahu bahwa para suara itu terkejut dengan adanya seseorang yang hidup di dalam tempat yang tidak terjamah ini.
           Ternyata puluhan suara yang ia dengar itu adalah puluhan manusia yang juga ternyata membantu benda besar itu menghilangkan dunia sang Tua. Mereka lalu mengajak bicara sang Tua. Yang sang Tua tahu hanya kata- kata mengapa, siapa, kenapa, nama, ayo, kamu, dan bangun. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya dibicarakan mereka. Ia hanya mengikuti apa yang ditunjukkan para manusia lain itu. Ia diajak berdiri lalu duduk di dalam suatu benda yang kemudian ia tahu namanya. Yang ia tahu namanya mobil. Ia duduk lalu diberi suatu bungkusan dan mendengar salah satu dari manusia itu mengatakan kata makan ini. Bungkusan itu berisi makanan yang tak pernah ia makan seumur hidupnya. Saat ia memakannya pada satu suapan, ia ketagihan hingga menghabiskan bungkusan itu dengan cepatnya.
            Setelah ia makan, ia merasa mengantuk dan akhirnya tertidur lelap. Esoknya, ia sadar bahwa ia tidak lagi berada di dunianya dulu. Ia berada pada suatu tempat yang tidak lagi ia melihat pohon-pohon yang berjajar. Justru yang ia lihat kini adalah benda- benda besar dan tinggi yang berjajar rapi. Dan tiba-tiba ia sadar bahwa ia berjalan justru tanpa menggunakan kakinya. Ia bergerak terus maju. Ia bingung mengapa benda yang disebut mobil kemarin ini dapat mengangkatnya bergerak ke sana- ke mari. Tapi, ia kini merasakan kenikmatan bergerak tanpa kaki ini. Ia merasa senang karena ia tidak mengeluarkan tenaga sama sekali.
             Lalu, mobil itu berhenti. Manusia kemarin yang memberi ia bungkusan lalu mengajaknya turun dari mobil. Tiba-tiba ia berpikir ”ah, dunia luar ini ternyata lebih indah dari duniaku dulu”. Ia tampak senang. Begitu senangnya hingga ia berteriak keras. Ia melihat taman yang indah, bangunan yang juga indah dan para manusia yang juga lebih indah dari dugaannya dulu. Ia salah berpikir karena para pemburu yang dulu memperlihatkan tabiat jelek mereka. Ia terus dan terus berpikir bahwa dunia luar ini begitu indahnya. 
               Pikirannya begitu berubah. Pikirannya yang berubah itu makin lama makin mengubah semua apa yang dilakukannya. Ia tak lagi memikirkan nasib para belalang yang sering berkata bahwa mereka tak mau lagi jadi mangsa sang katak. Ia tak lagi memikirkan curahan hati katak tentang makanan enak. Ia tak lagi juga berpikir untuk membagi apa yang ia dapat kini dengan para ular terdekatnya. Ia tak lagi berpikir tentang semua itu ketika ia mendapa dunia luar indahnya itu.
               Dalam waktu tak lebih dari sebulan, ia hampir dapat menguasai bahasa manusia. Ia juga tak lagi mempunyai teman bicara yang tak satu spesies dengannya. Ia kini selalu mengajak bicara para manusia yang ia temui. Ia kini mempunyai banyak teman. Ia tak lagi berpikir bagaimana cara membantu teman-temannya dulu. Yang ia pikirkan hanya bagaimana dirinya dapat kesenangan.
               Semua hal kini telah berubah. Dulu yang ia anggap tak lebih indah, kini ia anggap jauh lebih indah. Dulunya saat ia peduli pada nasib teman-temannya, kini tak pernah terbesit di dalam pikirannya sedikitpun untuk peduli lagi. Manusia memang manusia. Jika mendapat sesuatu yang lebih pasti melupakan apa yang dulu ada bersamanya. Para belalang tak punya rumah lagi sehingga mereka kini habis dimakan katak-katak yang sudah tak punya pilihan lain untuk mendapat makanan agar mereka dapat hidup. Para ular yang biasanya mendapat bagian potongan kambing, kini harus memakan katak-katak tak enak ini sehingga para katak pun habis. Para ular yang kemudian kehabisan katak, kini rata dengan tanah. Sang harimau yang dulunya adalah raja yang menakutkan di dalam hutan, kini menjadi boneka yang menakutkan di dalam satu sudut rumah seorang manusia.
                Semua berubah. Perubahan yang tiba-tiba ini, mengakibatkan semua merasa sakit. Perbedaan 180 derajat ini membuat hati sakit, terluka, perih dan tak ada obatnya. Perubahan 180 derajat, tak selalu indah bagi semua pihak. Yang hebat justru merasa lebih indah namun tidak bagi yang lemah. Sakit rasanya untuk menerima perubahan......



Home | Lagu Gratis | Persebaya | Tips dan Trik | Cerpen

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar apapun tentang blog meupun artikel saya but no spam, no porn....oke my fren =)

Sebagian besar lagu yang ada di blog ini bersumber dari : www.gudanglagu.com

Iklan Baris